JAKARTA - Fraksi PDIP menyampaikan penolakan tegas terhadap rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang dirancang pemerintah.
Dalam rapat paripurna DPR RI pada Kamis (5/12/2024), Anggota DPR RI Rieke Diah Pitaloka mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan kebijakan tersebut sebagai "kado tahun baru" bagi rakyat.
"Dengan kerendahan hati, saya merekomendasikan kepada Presiden untuk menunda atau membatalkan kenaikan PPN 12 persen. Masih banyak cara lain untuk meningkatkan pendapatan negara, seperti menarik harta hasil korupsi yang telah disidangkan, " ujar Rieke.
Dia mengingatkan bahwa kenaikan pajak ini berpotensi menurunkan daya beli masyarakat, yang dapat berdampak negatif pada inflasi dan perekonomian secara keseluruhan.
Pernyataannya disambut tepuk tangan anggota dewan dan mahasiswa yang hadir.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa masyarakat perlu menunggu keputusan Presiden Prabowo sebagai bentuk "kejutan tahun baru 2025."
PPN 12 Persen Hanya untuk Barang Mewah, Pengawasan Dinilai Sulit
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto menyatakan bahwa kebijakan kenaikan PPN hanya akan diterapkan secara selektif pada barang mewah. Langkah ini bertujuan untuk melindungi daya beli rakyat kecil.
Baca juga:
Tony Rosyid: KAMI di Tengah Lautan Persekusi
|
"Untuk rakyat kecil, kita tetap melindungi. Kebijakan ini sudah kami desain sejak 2023, " kata Prabowo di Istana Kepresidenan, Jumat (6/12/2024).
Namun, kebijakan ini menuai kritik dari sejumlah ekonom. Wijayanto Samirin, ekonom dari Universitas Paramadina, menilai bahwa kebijakan tersebut justru akan menyulitkan pelaksanaannya di lapangan.
"Perbedaan tarif ini membuka peluang manipulasi pajak karena masyarakat cenderung mengalihkan barang ke kategori dengan tarif lebih rendah. Selain itu, definisi barang mewah yang kompleks membuat pengawasan semakin rumit, " ujar Wijayanto dikutip dari Tempo.
Ia juga memperkirakan penerimaan negara tidak akan bertambah signifikan, meskipun tarif pajak untuk barang mewah dinaikkan. Wijayanto menyarankan pemerintah menunda kenaikan PPN hingga daya beli masyarakat membaik, seperti pada pertengahan 2025 atau awal 2026.
Sebelumnya, dasar hukum pengecualian barang telah diatur dalam Pasal 4a Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009. Dengan kebijakan baru ini, lebih banyak barang akan dikecualikan dari objek PPN.
Langkah selektif yang diambil Prabowo diharapkan mampu menjembatani penolakan terhadap kebijakan pajak yang lebih luas, meskipun tantangan pengawasan di lapangan tetap menjadi perhatian utama. (Ray)